Fanatisme




Dalam kamus bahasa Indonesia yang dimksud fanatik adalah sangat kuat keyakinan seseoarang tehadap agama atau terhadap paham politik.
Sedangkan pengertian fantisme adalah keyakinan atau kepercyaan yang berlebih-lebihan terhadap ajaran politik, agama dsb.[1]
Sebagai muslim kita memang harus yakin bahwa apa yang kita yakini (akidah) adalah yang paling benar. Akan tetapi, dalam hal amaliah kita harus saling mengerti satu sama lain, tidak boleh saling mengeklaim atau bahkan mngkafirkan saudara-saudara yang sama muslim, karena Islam adalah agama yang indah dan damai. Dan disisi Tuhan pun kita semua adalah sama, sama-sama makhluk yang hanya dan harus menyembah kepada Tuhan.
Kebenaran yang sesungguhnya adalah hanya milik Tuhan, kita hanya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berbagai cara yang mana kita yakini bisa mendekatkan diri kita. Berbagai amaliah yang ada harusnya bisa menjadikan kita berfikir, alangkah indahnya Islam, kerena bisa mencakup semua pebedaan yang ada.
Akan tetapi kenyataan yang ada adalah kebalikan dari yang seharusnya ada. Kita saling mengekalim kebenaran dan kebaikan atas orang lain hanya dari yang tampak oleh mata dan otak kita, kebanyakan tidak berfikir siapa dan dimana kita berada, selalu mengedepankan argument-argumen keegoisan kita sendiri dan tidak mau mendengar dan melihat orang lain.
Contoh yang paling konkrit adalah adanya organisasi-organisasi dimasyarakat desa, kota ataupun masyarakat kampus. Mereka selalu mnggembar-gemborkan bahwa mereka adalah yang palling baik, mohon maaf, yang paling mencolok saat ini adalah anatra kaum yang suka ziarah makam dan yang tidak suka, kaum yang suka yasinan dan yang tidak, kaum yang suka dzikir jahri dan yang sirri, semua ini adalah hak pribadi seseorang.
Agama Islam menurut saya adalah seperti negara Indonesia, yang mana didalamnya terdapat berbagai suku, budaya, bahasa dan agama, meskipun kita berbeda kita tetap satu. Jika kita salling mngeklaim satu sama lain maka kita akan terpecah-pecah dan akhirnya kita akan hancur, musuh yang sesungguhnya bukan dari luar atau kanan kiri kita, tetapi musuh kita yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri.
Merasa paling benar, paling baik dan menganggap teman-teman kita salah dan kurang. Itu semua harus kita buang jauh-jauh dari diri kita, karena akan merusak diri kita dan ukhuwah kita. Yang harus kita yahu adalah, kita satu sama lain adalah saling melengkapi dan mengisi kekurangan, bukan mencari kekurangan, saling menguatkan satu sama lain, saling membantu. Maka jika kita saling mengerti satu sama lain maka kita akan hidup madani.


[1] Risa agustin S. Pd, KAMUS LENGKAP BAHASA INDONESIA, penrbit SERBAJAYA, Surabaya.

Comments

Popular posts from this blog

Kurikulum Sebagai Sistem Dan Komponen-Komponen Sistem Kurikulum

Sejarah ilmu mantiq

makalah HADITS TENTANG NIAT MENCARI ILMU