Implementasi Perenialisme terhadap Kurikulum dalam Pendidikan.


A.     Pengertian Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perennial, yang dalam Oxford Advance learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuiting throughout the whole year ” atau “lasting for a very long time  “abadi atau kekal” dan dapat pula “berarti terus tiada akhir”. Dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme ialah berpegang teguh pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap gerakan pendidikan progesivisme yang mengingkari supernatural. Perenialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada,dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.[1]
Perenialisme mengikuti paham realisme, yang sejalan dengan Aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang didesain untuk menumbuhkan kecerdasan. Akar filsafat ini datang dari gagasan besar Plato dan Aristoteles kemudidn dari St. Thomas Aquinas yang sangat nerpengaruh terhadap sekolah-sekolah Katolik. Dalam perenialisme ada dua aliran besar yaitu aliran Thomas Aquinas dan kemudian pada abad 20 aliran Mortimer dan Robert Hutchins.[2] Robert Hutchins merangkum tugas pendidikan sebagai berikut: Pendidikan mengandung pengajaran. Mengajar mengandung pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimanapun adalah sama, karena itu pendidikan di manapun seharusnya sama.
Salah satu kajian teori kependidikan perenialisme mencuat sebagai sebuah pemikiran formal (resmi) pada dekade 1930an sebagai bentuk reaksi terhadap kalangan progrresif, yang mana kalangan perenialisme merasakan runyamnya bangunan intelektual kehidupan bangsa, karena penekanan di sekolah-sekolah terhadap keterpusatan pada subjek didik, paham kekinian dan dan penyesuaian hidup. Perenial modern secara umum menampilkan sebuah penolakan besar-besaran terhadap cara pandang progresif Bagi kalangan perenialis, permanensi meskipun pergolakan-pergolakan politik dan sosial yang sangat mennonjol adlah lebih riil dari pada konsep perubahan kalangan pragmatis. Dengan demikian kalangan perenialis mempelopori gerakan
kembali pada hal-hal absolut dan memfokuskan pada ide gagasan yang luhur yang menyejarah dari budaya manusia, ide gagasan semacmam ini telah terbukti keabsahannya dan kegunaanya karena mampu bertahan dari ujian waktu.
Orientasi pendidikan perenialisme adalah Scholastisisme atau Neo-Thonuisme yang pada dasarnya memandang kenyataan sebagai sebuah dunia akal pikiran dan Tuhan, pengetahuan yang benar diperoleh melalui berpikir dan keimanan dan kebaikan berdasarkan perbuatan rasioal.[3]


B.       Implementasi Perenialisme terhadap Kurikulum dalam Pendidikan.
Istilah kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani kuno. Curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata curir artinya pelari dan curure yang berarti tempat berpacu. Curiculum di artikan “jarak” yang harus ditempuh oleh pelari. Mengambil dari makna rumusan di atas, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejimlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah.[4] Ada beberapa definisi kurikulum menurut beberapa ahli, diantaranya:
1.             J. Galen Saylor dan Williams M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut ” segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga ap yang di sebut kegiatan ekstra kurikuler”.
2.             B. Othanel Smith, W.O. Stanley dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.[5]

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.  Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum memerlukan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada penelitian dan hasil-hasil pemikiran yang mendalam.[6] Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat akan berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan dan akan berakibat pula pada pola pengembangan manusia,karena jika kurikulumnya lemah maka yang akan “ambruk” adalah manusianya.
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya dengan filsafat pendidikan, kita dikenalkan pada beberapa aliran. Pada pengembangan kurikulumpun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. 
Perenialisme lebih menekankan pada kebenaran, keabadian, keidealan dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut pada faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi pada masa lalu.[7]
Kurikulum perenialisme berpusat pada mata pelajaran, dan cenderung menitikberatkan kepada: sastra, matematika, bahasa, humaniora termasuk sejarah. Kurikulum adalah pendidikan liberal.[8] Pendidikan liberal (bebas) menjadikan orang-orang bebas dan manusia sejati sebagai lawan dari pelatihan dan penerimaan untuk melakukan tugas-tugas dalam dunia kerja. Semua orang dapat bebas dan menjadi penguasa, dan semua orang memerlukan pendidikan liberal supaya dapat berpikir dan berkomunikasi. Aliran perenialisme kurang fleksibel dalam mengembangkan kurikulum. Kaum perenialisme mendasarkan teorinya pada pandangan universal bahwa semua manusia memiliki esensial sebagai makhluk rasional.[9] Jadi tidaklah baik menggiring dan mencocok hidung mereka ke penguasaan keterampilan vokasional. Karena ini semua berpotensi mengganggu perkembangan rasionalnya, eksperimen saintifik dianggap mengurangi pentingnya kapasitas manusia untuk berpikir.
Pendidikan menurut filsafat ini mesti membangun sejumlah mata pelajaran yang umum bukan spesialis, liberal bukan vokasional, yang humanistik bukan teknikal. Dengan cara inilah pendidikan akan memenuhi fungsi humanistiknya, yakni pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia.[10] Ada empat prinsip dari aliran ini: 1) Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu dan orang 2) Pendidikan yang baik melibatkan pencarian, pemahaman atas kebenaran 3) Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung 4) Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.   




DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. Filsafat Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008.
Mudyahardjo, Redjo. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Pengantar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2001.
S. Nasution. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 2003.
Sadulloh, Uyoh. Filsafat Pendidikan. Bandung: Media Iptek. 1994.
Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1996.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008.


[1]  Redjo Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Pengantar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet 1, 2001), 165.
[2]  A Chaedar Alwasilah, Filsafat Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008), 103.
[3]  Redjo Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan..............., 166.
[4]  Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), 4.
[5]  S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara,2003), 4-5.
[6]  Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 38.
[7]  Uyoh Sadulloh, Filsafat Pendidikan (Bandung: Media Iptek,1994), 28.
[8]  Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi..............., 167.
[9]  Uyoh Sadulloh, Filsafat Pendidikan................, 30.
[10]  Ibid, 26.

Comments

Popular posts from this blog

Kurikulum Sebagai Sistem Dan Komponen-Komponen Sistem Kurikulum

PENDIDIKAN PONDOK PESARNTREN HUDATUL MUNA 1 JENES

Sejarah ilmu mantiq