RITUAL METHEL DINOROGO PO
Pengertian Methel
Sebagaimana
kita ketahui, Indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai macam suku dan ras
yang berbeda-beda. Dimana pada setiap
suku mempunyai adat, tradisi,
ritual yang beragam dan pastinya tidak sama antara suatu masyarakat atau
kelompok dengan yang lainnya. Namun dari keanekaragaman tersebut tidak
menjadikan perpecahan diantara masyarakat, justru muncul nilai positif berupa terciptanya suatu interaksi social
dalam hubungannya antara berbagai macam perbedaan yang ada.
Contohnya
seperti ritual yang sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Dusun
Kresek Desa Karas Kabupaten Magetan yaitu berupa “ RITUAL
METHEL ”. Methel adalah salah satu dari
sekian banyak adat jawa yang ada di Indonesia, yaitu berupa selamatan ( jawa: Genduri ) dengan sajian-sajian yang telah
ditentukan dan yang harus ada dalam ritual tersebut yang dilakukan pada saat
akan memetik atau memanen padi. Dalam tradisi Jawa methel juga sering disebut
dengan istilah ngunduh manten yang mana dalam
hal ini mantennya adalah padi itu sendiri yang disebut juga dengan istilah Mbok
Sri .[1]
B. Yang Melakukan Ritual
Ritual
Methel ini dilakukan oleh setiap petani yang menanam padi yang sudah siap untuk
dipanen. Dan padi yang dilaksanakan ritual methel ketika akan memetiknya ini
mutlak, dalam artian baik padi tersebut ditanam pada musim pengahujan (jawa: Labuh) atau pada musim kemarau (jawa: Apitan). Kemudian untuk berjalannya
ritual dipimpin oleh seorang tokoh yang
sudah terbiasa memimpin ritual methel.
C. Waktu Pelaksanaan Ritual
Ritual
Methel ini biasanya dilakukan H-3
atau H-5
dari hari pemanenan padi. Namun penentuan ini bukan suatu keharusan yang harus
dipenuhi oleh pelaku ritual. Karena yang paling penting dalam menentukan kapan
dilaksanakannya ritual methel ini adalah pada hari-hari yang dianggap baik
menurut tradisi jawa.
Dan
yang dimaksud dengan hari baik untuk melaksanakan ritual methel ini adalah hari
pasaran yang genap
menurut hitungan hari adat jawa dan juga yang tidak ber tepatan dengan hari
kematian leluhur mereka yang dalam istilah jawa biasa disebut dengan geblake mbahe.[2]
D.
Tempat Ritual Methel Berlangsung
Ritual methel berlangsung dan dilaksanakan di sawahnya
petani padi yang padinya akan dipanen. Tepatnya pada tiap sudut pematang sawah
yang pertama yang dalam bahasa jawa disebut dengan tulaan. Di Dusun Kresek
ritual methel dilaksanakan sehabis melaksanakan sholat shubuh dengan diikuti
oleh tokoh yang memimpin ritual dan keluarga yang padinya dilaksanakan ritual
methel.
E.
Tujuan Dilakukannya Ritual
Ritual Methel dilakukan karena untuk menghilangkan segala
gangguan-gangguan yang kemungkinan akan mengganggu padi, baik gangguan tersebut
berupa benda-benda yang tampak seperti ; hama, maling, tikus, maling dan
sebagainya ataupun gangguan yang berasal dari makhluk halus yang diyakini bisa
mengganggu oleh masyarakat setempat.
Disamping itu methel juga dimaksudkan agar padi yang
sudah dipanen nanti supaya berkah cukup untuk pangan atau makanan sekeluarga
yang melaksanakan ritual. Bahkan sebagian masyarakat ada yang mempunyai i’tikad
atau keyakinan bahwa disamping ritual methel mempunyai faedah-faedah yang
sangat berguna bagi kebaikan padi mereka juga mempunyai keyakinan bahwa ritual
methel adalah ritual yang harus dilakukan oleh setiap petani padi yang dalam
waktu dekat akan segera memanen padinya.
Masyarakat yang mempunyai keyakinan seperti ini memahami
bahwa macam-macam sesaji yang ada pada ritual methel ini adalah sebagai kiriman atau hadiah kepada arwah para leluhur yang telah menjaga padi sejak
mulai dari ditanam hingga siap untuk dipanen. Jadi menurut sebagian masyarakat
ritual methel adalah manifestasi dari rasa terimakasih mereka kepada arwah
para leluhur yang telah bersedia menjaga padi mereka dari berbagai
gangguan-gangguan yang kemungkinan akan merusak padi milik mereka.[3]
F.
Berlangsungnya Ritual Methel
Ritual methel berlangsung seperti halnya selamatan atau
genduri pada umumnya, hanya saja sajian dan waktunya yang berbeda. Ritual
methel berisi 2 kali selamatan yang dilaksanakan pada tempat dan waktu yang
berbeda. Selamatan yang pertama yaitu dilaksanakan di sawahnya petani yang
melakukan ritul ini. Dan waktunya yaitu sehabis melaksanakan sholat shubuh dengan
dipimpin oleh seorang tokoh yang ditunjuk oleh keluarga yang melakukan ritual
yang diikuti keluarga yang punya sawah.
Selamatan yang pertama inilah yang dianggap sakral dan
yang paling utama pada ritual ini. Karena pada selamatan yang pertama ini berisi
sajian-sajian yang khusus hal mana dari tiap-tiap sesaji itu mempunyai makna
dan arti sendiri-sendiri yang tidak terdapat pada selamatan pada umumnya serta
menggunakan mantra atau do’a serta cara yang tertentu.
Sedangkan selamatan yang kedua itu dilaksanakan sepulang
dari melakukan selamatan yang pertama. Dan sajian pada selamatan yang kedua ini
sama seperti pada selamatan umumnya serta diikuti oleh keluarga dan tetangga
dekat yang diundang oleh keluarga yang melakukan ritual tersebut, hal mana
tujuan merekaa diundang adalah agar mereka ikut serta mendo’akan agar tanaman
padi yang akan dipanen bisa berkah,awet,dan melimpah.[4]
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, ritual methel adalah selamatan yang dalam
pelaksanaannya menggunakan sajian-sajian serta alat-alat tertentu, maka dari
itu berdasar sumber yang kami dapat akan kami sebutkan sajian-sajian (ubo
rampe) dan alat-alat yang harus ada pada ritual Methel.
- Sesaji (ubo rampe) :
-
Takir, yang oleh
masyarakat Dusun Kresek disebut dengan COK
BAKAL sebanyak 2 buah. Dan dari 2 Cok
Bakal ini mempunyai fungsi atau kegunaan sendiri-sendiri. Takir atau Cok Bakal yang pertama digunakan
sebagai wadah atau tempat dari ubo rampe berupa :
a. Bunga yang
berbau wangi
b. Telur ayam
kampung yang masih mentah
Sedangkan Cok Bakal yang kedua digunakan sebagai wadah
dari ubo rampe yang berupa :
a.
Miri 1 buah
b.
Bawang merah 1 buah
c.
Bawang putih 1 buah
c. Irisan
kelapa 1 buah
d.
Gula merah 1 iris
e.
Nasi putih 3 entonga
Dari berbagai macam ubo rampe diatas diisyaratkan sebagi
bumbu-bumbu yang digunakan ketika memasak masakan-masakan pada acara mantenan.
Karena seperti yang sudah kami terangkan diatas bahwa ritual Methel adalah ibarat Ngunduh Manten dalam adat Jawa. Hal mana
yang diibaratkan mantennya adalah padi yang akan dipethel.[5]
Kemudian untuk jumlah dari masing-masing sesaji dipilih
jumlah yang ganjil ininjuga ada maksudnya, yaitu; masyarakat Dusun Kresek
mempunyai keyakinan bahwa dalam memasak masakan apapun agar mendapatkan rasa
yang nikmat jumlah bumbu-bumbunya harus ganjil.
-
Merang, yang dalam tradisi di Dusun Kresek disebut dengan upet.
-
Karak (sisa nasi yang dikeringkan dengan terik matahari ) yang sudah digoreng ; yaitu sebagai
simbol bahwa padi atau beras walaupun sudah dalam bentuk yang berbeda tetap
masih sangat dibutuhkan.
-
Air putih yang ditaruh dalam
kendi kecil ; digunakan untuk
menyiram atau memandikan Mbok Sri (
padi ) yang sudah diikat dengan menggunakan upet. Karena seorang pengantin
harus bersih dari segala kotoran maka dari itu harus dibersihkan atau
dimandikan.
-
Pisang 1 tangkap ( 2 sisir ) ; ini diumpamakan suguhan atau hidangan pada saat acara mantenan. Dan jumlahnya 2
sisir dalam artian genap ini menggambarkan kesempurnaan tanpa adanya kekurangan
atau cacat. Dan dalam ritual, 2 sisir pisang ini diletakkan disamping Cok Bakal atau Takir.[6]
Dan untuk 2 takir
tadi meletakkannya dengan cara ditumpuk. Takir pertama yang berisi bunga dan
telur ayam kampung diletakkan di atas, sedang takir yang kedua yang berisi
miri, bawang merah, bawang putih, irisan kelapa, gula merah dan nasi putih
diletakkan di bawah takir yang pertama.
- Alat-alat yang digunakan dalam ritual Methel :
-
Ani-ani ; yaitu suatu alat untuk memotong padi pada zaman
dahulu, berupa sebuah papan kayu tipis yang pada ujungnya dikasih besi yang
ditajamkan sehingga bisa digunakan untuk memotong padi.
-
Cermin ; digunakan sebagai alat bercermin padi yang diumpamakan
pengantin yang telah diikat dengan menggunakan upet sebanyak 2 ikat.
-
Bedak ; digunakan untuk membedaki atau berdandan 2 ikat padi
yang sedelang bercermin.
-
Minyak Wangi ; sebagai pewangi atau parfum pengantin ( padi ). Karena
yang namanya pengantin harus tampil bagus dan berbau wangi untuk
kesempurnaannya.
-
Selendang ; sebagai alat untuk membungkus atau menggandeng dua pengantin ( 2 ikat padi ) yang telah
didandani dengan menggunakan alat-alat diatas. Ini ibarat dua pengantin yang
disatukan dengan selendang ketika sedang diiring dihadapan para tamu undangan.[7]
Demikian hal-hal yang harus ada dan harus dilakukan pada
Ritual Methel. Sebenarnya selain yang telah tersebut diatas masih ada lagi
saji-sajian yang digunakan dalam ritual methel. Tapi bukan sesuatu yang pokok
atau yang harus ada dalam ritual, misalnya seperti Botok Kates ( sayur lodeh
pepaya ) dan Pelas ( kedelai yang disayur dengan dikasih santan ).
Sementara untuk realita dimasyarakat, ritual Methel ini
berbeda-beda. Biasanya yang paling mencolok perbedaannya adalah dari segi
sajian-sajian yang harus ada dalam
ritual. Perbedaan ini dipengaruhi oleh respon masyarakat terhadap
peninggalan tradisi dari para leluhur mereka.
Sebagian masyarakat ada yang memaknai bahwa ritual Methel adalah sesuatu yang amat sakral
yang apabila ritual tersebut sampai tidak dilakukan maka akan berakibat
kerusakan pada tanaman padi bahkan parahnya bisa mengakibatkan keluarga yang
tidak melakukan ritual bisa terkena bencana ( jawa : Molo). Jadi menurut pemaknaan ini ritual methel baik dari segi pelaksanaan
maupun sesajinya harus benar-benar komplit seperti yang telah dilakukan para
leluhur mereka.
Dan ada pula sebagian masyarakat yang mengartikan, bahwa
ritual methel adalah wujud dari rasa syukur. Jadi saji-sajian ataupun
pelaksanaannya tidak harus persis dengan dengan apa yang dilakukan oleh para
leluhur mereka. Akan tetapi dalam mewujudkan rasa syukur tersebut cukup dengan
melakukan syukuran selamatan biasa atau cukup dengan bershodaqoh kepada tetangga
dekat.
Adapun yang paling prinsip yang melatarbelakangi
perbedaan dalam pelaksanaan ataupun sesaji dalam ritual methel ini adalah kepercayaan mereka
terhadap ritual itu sendiri. Bagi masyarakat yang masih benar-benar kental (
jawa : utun ) dalam memegangi
tradisi-tradisi jawa maka mereka akan meyakininya dengan mantap dan menjadikannya sebagai sebuah
ritual yang wajib dan harus dilakukan dalam setiap akan melakukan pemanenan
padi.
Dan sebaliknya bagi masyarakat yang sudah agak modern /
maju, mereka sedikit demi sedikit cenderung meniggalkan ritual methel ini.
Karena mereka beranggapan bahwa ritual ini hanyalah tradisi-tradisi yang dulu
pernah dilakukan oleh para leluhur mereka. Jadi untuk kehidupan dan peradaban
di era modern ini sudah tidak etis lagi untuk tetap mempertahankan persis
seperti praktek pada era leluhur mereka.
Dalam faktanya, masyarakat Dusun Kresek Desa Karas
Kabupaten Magetan yang berfikiran maju, mereka masih tetap melaksanakan ritual
methel ini. Namun dalam pelaksanaannya sudah tidak seratus persen memegangi
aturan-aturan yang ada dalam ritual methel seperti yang dilakukan para leluhur
mereka. Hal ini disebabkan banyaknya para
sesepuh atau tokoh yang paham dan
mengerti betul masalah ritual seperti
ini sudah banyak yang meninggal . Sehingga pertautan praktek ritual yang
bernilai sejarah ini menjadi tidak utuh lagi.
[1] Bu Tun, tanggal 8 Juli 2010 jam 06.30
WIB. Di rumah Bu Tun. Dsn. Kresek Ds. Karas Kec. Karas Kab. Magetan.
[2] Mbah Suradi, Tanggal 10 Juli 2010 jam 16.20 WIB.
Di rumah Mbah Suradi Dsn. Kresek Ds. Karas Kec. Karas Kab. Magetan.
[3] Pak Zaini, tanggal 9 juli 2010 Jam
07.20 WIB. Di rumah Pak Zaini. Dsn. Kresek Ds. Karas Kec. Karas Kab. Magetan.
[4] Mbah Saim, tanggal 8 Juli 2010 jam 21.00
WIB. Di rumah Mbah Saim Dsn. Kresek Ds. Karas Kec. Karas Kab. Magetan.
[5] Lek Suliyah, tanggal 11 Juli 2010 Jam
08.00 WIB. Dirumah Lek Suliyah Dsn. Kresek Ds. Karas Kab. Magetan.
[6] Bu Robingatun, tanggal 11 Juli 2010
Jam 18.15 WIB. Di rumah Bu Robingatun Dsn. Kresek Ds. Karas Kec. Karas Kab.
Magetan.
[7] Pak Sumali, tanggal 13 juli 2010 jam
07.30 WIB. Di rumah Pak Sumali Dsn. Kresek Ds. Karas Kab. Magetan.
Comments
Post a Comment
bismillahi....