RITUAL BUBAK DI DESA KRANDEGAN


A.    Pengertian
Bubak merupakan serangkaian ritual dari adat Jawa yang dilakukan sebelum adanya ijab kabul atau akad nikah oleh kedua mempelai laki-laki dan perempuan, dengan salah seorang saudara laki-laki dari pengantin perempuan membawa alat-alat dapur untuk diperebutkan oleh para tamu yang hadir saat itu. Bubak ini dilakukan hanya untuk anak mbarep atau sulung dan anak terakhir atau bungsu. Bubak ini dilaksanakan pada siang hari dan dilanjutkan pada malamnya sebagai acara puncak ritual bubak. Puncak bubak dilaksanakan hampir seperti slametan, namun hal yang membedakan adalah pada puncak acara bubak harus ada bahan yang menjadi syarat-syarat untuk dirituali. Puncak bubak dilaksanakan pada malam terakhir sebelum akad nikah atau ijab kabul terucap oleh kedua calon pengantin.

B.     Data Umum[1]
Wilayah yang pernah diteliti oleh peneliti adalah desa Krandegan. Tepatnya desa Krandegan Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun. Letak desa ini cukup sulit untuk dijangkau, karena berada di dalam kecamatan yang cukup luas wilayahnya. Walaupun tidak terjangkau desa ini memiliki peradaban yang maju sehingga masyarakatnya cukup modern dan memiliki kemajuan dari segi materiil maupun spiritual. Desa ini memiliki penduduk yang banyak dan mayoritas adalah beragama Islam. Adapun orang yang beragama Kristen tapi tidak cukup banyak. Penduduk di desa ini termasuk orang-orang yang fanatik akan aliran-aliran. Penduduknya mayoritas beragama Islam namun dalam acara hajatan mereka saling mengadakan ritual-ritual seperti bubakan. Hal itu tejadi jauh sebelum penduduk di sini berwawasan IPTEK serta spiritual yang kuat. Kini masyarakat lebih modern dibanding dahulu sehingga acara ritual-ritual adat Jawa semakin luntur dan jarang penduduk di sini melaksanakannya.

C.    Proses Pelaksanaan Bubak di desa Krandegan[2]
Pelaksanaan bubak di setiap daerah memiliki perbedaan karena ada ciri khas tertentu dalam pelakasnaannya. Seperti di desa Krandegan yang memiliki perbedaan yang menonjol dibanding dengan prosesi bubak di lain tempat.
Pertama, pada pagi harinya alat-alat dapur yang akan diperebutkan dipersiapkan terlebih dahulu, dan dihiasi dengan bermacam daun ataupun bunga sesuai dengan keinginan orang yang menyelenggarakan acara.
Kedua, alat-alat yang telah dipersiapkan tadi dibawa kerumah calon mempelai wanita (jika yang dinikahkan anak sulung laki-laki) ataupun sebaliknya, oleh orang yang bertugas membawa alat dapur tersebut dan yang bertugas adalah saudara laki-laki mempelai. Dalam hal ini di desa Krandegan memiliki keunikan dalam membawa peralatan dapur karena barang tersebut dibawa dengan menaiki delman atau istilah dokar. Hal ini merupakan adat dari Surakarta yang ketika itu pangeran yang akan menikah harus menaiki kuda menuju kerajaan. Namun bagi orang yang mendapatkan jodoh jauh dari tempat tinggal mereka hanya melaksanakan puncak acara dari bubak tanpa adanya arak-arakan.
Ketiga, sebelum peralatan dibagikan oleh para tamu, peralatan tadi harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapannya. Setelah itu barulah peralatannya diperbolehkan untuk direbutkan.
Pada malam harinya acara puncak dari bubak dilaksanakan dengan prosesi ritual seperti berdoa kepada Allah, acara selanjutnya adalah menempatkan bahan dan alat-alat yang menjadi syarat bubak kedalam setiap kamar di rumah. Orang tua yang mempunyai hajad, dan sebelumnya kendi-kendi yang disiapkan         harus dicat putih sebagian tubuhnya. Setelah itu barulah tumpeng dan lauk serta makanan yang bisa dimakan (sudah dimasak) dibagi-bagikan kepada para undangan dalam acara puncak bubak.

D.    Kapan dan Siapa saja yang berperan dalam pelaksanaannya
Waktu yang tepat melaksanakan bubak adalah malam hari sebelum ijab kabul atau akad nikah dilaksanakan. Tepatnya malam akad nikah. Sedangkan siang sebelumnya merupakan prosesi bubak dengan arak-arakan membawa peralatan-peralatan dapur untuk diperebutkan.
Sedangkan pihak atau subjek yang berperan adalah :
1.      Saudara laki-laki kandung dari mempelai pengantin yang bertugas membawa barang-barang menuju para tetamu.
2.      Pengantin perempuan dan laki-laki yang bertugas memeriksa barang dan kelengkapannya.
3.      Masyarakat yang berperan memeriahkan acara
4.      Pawang desa yang membantu prosesi bubak agar berjalan lancar
5.      Orang tua calon mempelai pengantin baik putra maupun putri.

E.     Alat dan Bahan yang diperlukan[3]
Di desa Krandegan dalam prosesi pelaksanaan ritual bubak tidak jauh berbeda dengan daerah lain. Masyarakat di desa Krandegan melaksanakan hanay sebagai simbolis karena telah banyak pawang-pawang yang telah meninggal dunia. Selain itu pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan materi masing-masing orang.
Bahan dan peralatan yang diperlukan, antara lain :
  1. Tumpeng yang terbuat dari nasi putih, sebanyak 3 tumpeng, hal ini memiliki makna.
  2. Ayam kampung yang telah dimasak, ayam ini harus ayam jantan atau jago karena supaya kelak menjadi suami yang melindungi keluarga dari bahaya.
  3. Biji-bijian atau hasil panen dan harus berupa 5 macam biji
a.       Jagung
b.      Gabah
c.       Kacang tanah
d.      Kacang hijau
e.       Kedelai
  1. Kendi sebanyak 5 buah untuk tempat menampung macam-macam biji
  2. Cat untuk mengecat kendi tersebut dengan makna supaya diberi keluarga yang awet.
  3. Bumbu-bumbu dapur seperti bawang-bawangan, lengkuas, dan lain supaya pengantin perempuan mampu melayani keluarga dan rajin.
  4. Wangi-wangian seperti daun pandan, bunga dengan tujuh jenis supaya mendapat pertolongan dari Allah SWT.
  5. Jamu-jamuan seperti kunyit, kencur, lempuyang, dan lain-lain
  6. Daun pisang sebagai wadah untuk tempat tumpeng
  7. Cobek untuk tempat bunga-bungaan / wangi-wangian

F.     Makna dan Manfaat Pelaksanaan Bubak
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki alasan dan maknanya. Seperti juga ritual bubak ini, bubak memiliki makna dan manfaat dan pelaksanaanya.
Makna yang terkandung dalam ritual bubak adalah :
  1. Memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya pasangan kedua insan tersebut kelak diberi keturunan yang baik-baik.
  2. Agar setelah menikah diberi kemudahan rejeki dan diberi perlindungan
  3. Bagi orang-orang yang memperebutkan peralatan dapur adalah supaya yang masih gadis mendapatkan jodoh, sedangkan yang sudah punya anak, semoga anaknya mendapatkan jodoh.
  4. Sebagai rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan rejeki sehingga mereka harus mengeluarkan sebagian untuk bersedekah.
Manfaat :
  1. Dengan pelaksanaan tradisi bubak berarti kita telah melestarikan kebudayaan jawa yang hampir punah oleh modernisasi.
  2. Kita memberi kebahagiaan kepada orang lain dengan bersedekah

G.    Tanggapan Masyarakat tentang Prosesi Bubak[4]
Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda. Dalam hal ini banyak sekali yang mempengaruhi perbedaan pendapat mereka. Mayoritas dari desa Krandegan beragama Islam fanatik, sehingga mereka yang tidak setuju memiliki pendapat bahwa bubak adalah suatu ritual yang berasal dari agama Hindu dan merupakan perbuatan musyrik. Selain itu menurut orang-orang, ritual ini hanya membuang banyak uang dan mereka beranggapan bahwa orang-orang yang melaksanakan ritual bubak pada malam harinya mereka tidak percaya dengan kekuasaan Allah. Karena Allah yang telah memberi rejeki, memberi perlindungan sehingga tidak perlu adanya seperti kendi yang ditaruh disetiap kamar ataupun bunga yang wangi-wangian. Sehingga orang yang tidak setuju dengan adanya ritual bubak, mereka mengadakan pesta pernikahan seadanya tanpa ada ritual-ritual seperti bubak, tumpak punjer, bleketepe, dan lain-lain. Namun mereka hanya mengadakan slametan biasa dengan hidangan yang seadanya tanpa syarat-syarat wajib. Hal ini bagi orang yang tidak setuju dengna ritual bubak.
Sedangkan bagi orang-orang yang pro dengan bubak, mreka antusias dalam melaksanakan ritual ini. Mereka mempersiapkan dengan matang dan khusyuk. Hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa bubak merupakan ritual jawa yang harus dilaksanakan oleh setiap acara pernikahan. Bubak dikenal akan membawa dampak buruk jika tidak dilaksanakan, anggapannya si calon pengantin akan mengalami banyak musibah jika sudah menikah, dan rejeki tidak lancar.
Sehingga masyarakat desa Krandegan dibeberapa tahun yang lalu mulai memperbaharui kebiasaan ritual bubak dengan syarat seadanya sebagai simbol saja. Seperti ketika malam ijab kabul mengadakan slametan dengan tumpeng beras putih dengan labik ayam kampung tanpa harus ada wangi-wangian ataupun kendi yang diletakkan di setiap ruang kamar.


[1] Ibu Nunuk, Selasa, 13/08 ’10, Salah seorang warga yang pernah mengadakan bubak.
[2] Ibu Nunuk, Selasa, 13/08 ‘10
[3] Mbah Waginem, Sabtu, 10/08 ’10, Jam 16.30 WIB
[4] Ibu Nunuk, Selasa, 13/08 ’10, Jam 15.00 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Kurikulum Sebagai Sistem Dan Komponen-Komponen Sistem Kurikulum

Sejarah ilmu mantiq

PENDIDIKAN PONDOK PESARNTREN HUDATUL MUNA 1 JENES