PENGARUH KASIH SAYANG ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK
A.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu,
yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interpenden,
saling tergantung satu sana lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan
dalam bentuk yang murni berdiri sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk
maksud yang lebih mudah di pahami.
Pertumbuhan ialah perubahan secara psikologis sebagai dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang langsung secara normal pada anak yang sehat
dalam passage (peredaran waktu) tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan pula
sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah)
yang herediter/turun-temurun dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud sebagai proses pertumbyhab dan perubahan
dan proses pematangan fisik.[1]
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis ini bermacam-macam :[2]
Pertama, faktor-faktorsebelum
lahir Contoh peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin. Kedua, faktor
ketika lahir, Antara lain ialah intracranial haemorrahage atau pendarahan pada
bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia
dilahirkan. Dan oleh pada susunan syarat-pusat karena kelahiran bayi dengan
bantuan tang (tangverlossing). Ketiga, faktor sesudah lahir, Antara lain
oleh pengalaman traumatic (luka-luka) pada kepala, kepala bagian dalam terluka
karena bayi jatuh, kepala terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari. Keempat,
faktor psikologis, Antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang
tuanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu institusionalis
(runah sakit, rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi) sehingga mereka kurang
sekali mendapatkan perawatan jasmaniah dan cinta kasih. Anak-anak tersebut
mengalami innanitie psikis (kehampaan psikis, kering dari perasaan), sehingga
mengakibatkan retardasi/kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah.
Jiga ada hambatan fungsi rokhiniah, terutama sekali pada perkembangan
intelegensi dan emosi.
Perkembangan dalam pengertian sempit bisa disebutkan sebagai proses
pematangan fungsi-fungsi yang non-fisik. Perkembangan anak tidak berlangsung
secara mekanis-otomatis. Sebab perkembangan tersebut sangat tergantung pada
beberapa faktor secara simultan.[3]yaitu :
1.
Faktor
herediter (warisan sejak lahir, bawaan)
2.
Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau
merugikan,
3.
Kematangan
fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis, dan
4.
Aktivitas
anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak
datai meyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.
Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalan passage waktu tertentu menuju
kedewaan.Selain itu perkembangan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari
konsitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan
yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif-menjadi secara kontinu.
Setiap fenomenon/gejala perkembangan anak merupakan produk dari
kerja sama dan pengaruh timbal balik antara potensialitas hereditas dengan faktor-faktor
lingkungan. Jelasnya perkembangan merupakan produk dari :
1.
Pertumbuhan
berkat pematangan fungsi-fungsi fisik
2.
Pematangan
fungsi-fungsi psikis, dan
3.
Usaha,
“belajar” oleh subyek/anak, dalam mencobakan segenap potensialitas rokhani dan
jasmani.[4]
B.
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak
Anak sesungguhnya amanah Allah yang dititipkan kepada kita sebagai
orang tua. Dan setiap amanah akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat.
Untuk itu sebagai orang tua, harus bersungguh-sungguh dalam mendidik,
membimbing dan mengarahkan anak agar sesuai dengan harapan setiap orang tua.
Berhasil tidaknya proses pendidikan anak juga tergantung pada sikap bijak orang
tua dalam mendidiknya.
Nabi SAW bersabda :”hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang
tuanya, antara lain : pertama, mendidik mereka dengan mengajarkan agama,
kedua, tidak memberiikan makan, kecuali dari hal yang halal, ketiga mengajarkan
ketrampilan (seperti memanah atau berenang), dan keempat, menikahkannya setelah
ia dewasa.[5]
Dari hadits tersebut sangat jelas dapat dipahami bahwa mendidik
anak merupakan hak anak. Yakni sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap anak
daru orang tuanya. Yang mana dalam hal ini merupakan salah satu peran penting
orang dalam mendidik anak-anaknya agar
tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sholehah, cerdas, kreatif dan berakhlak
mulia sesuai harapan.
Namun, untuk meraihnya tidaklah dengan mudah yakni harus
membutuhkan kesabaran kebijaksanaan, dan keteladanan yang penuh. Pendidikan
harus kita tanamkan sejak anak berada dalam kandungan sampai terlahir didunia
dan mengetahui tanggung jawabnya masing-masing serta dapat melatih dilakukan dari hal sepele, tetapi hal
itu sungguh penting. Sebab menurut teori psikologi, sentuhan halus merupakan
jenis pendidikan tentang kelembutan dalam bersikap.[6]
Diantara peran orang taua dalam mendidik anak :[7]
-
menyayangi
anak, bukan memanjakannya
-
menciptakan
kondisi pola asuh yang sesuai, antara lain menurut para ahli :
-
Membuat
komitmen untuk pengasuh yang baik
-
Menciptkan
suasana damai didalam keluarga
-
Menyambut
kehadiran bayi dengan persiapan mental
-
Menyusui
anak dengan ASI
-
Menyapih
setelah anak genap dua tahun
-
Menjadi
ibu ideal dimata anak
Cara yang dilakukan orang tua terhadap anak untuk membentuk menjadi
dewasa yang bertanggung jawab dan sukses harus dengan menemukan cara baru dalam
pola pengasuhannya. Ini disebabkan metode pendekatan dan cara tradisional dalam
mengasah anak yang cocok untuk masa lalu tidak akan efektif bagi anak sekarang.
Anak sekarang lebih bersentuhan dengan perasaan mereka dan karenanya lebih
sadar diri. Dengan pergeseran keadaan ini kebutuhan mereka telah berubah pula. Setiap generasi
bergerak maju untuk memecahkan masalah dari masa lalu, tetapi dalam membuat itu
berbagai tantangan muncul.[8]
Dari adanya perubahan tersebut dapat ditemukan cara mengasuh anak
dari yang berdasarkan rasa takut ke yang rasa berdasar cinta. Mengasuh berdasar
cinta memusatkan perhatian pada usaha memotivasi anak untuk bersifat kooperatif
tanpa penggunakan rasa takut akan hukuman. Selain itu, dengan melepaskan cara
memukul, mengancam, dan menghukum bisa jadi terdengar sebagai tindakan penuh
kasih.[9]Memberiikan
kepercayaan kepada anak, menjaga dan memelihara lingkungan belajkar serta memberiikan
pengaturan waktu.
C.
Pengaruh Kasih Sayang Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Agama Islam sangat menekankan sikap kasih sayang terhadap anak. Ini
sering dipraktekkan oleh Nabi sendiri dalam keadaan bagaimanapun saat dia
bertemu dengan seorang anak. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak
memilikirasa kasih sayang, ia tidak layak mendapatkan kasih sayang” (HR. AL
Bukhari). Dalam hadits lain, “Bukanlah golonganku orang yang tidak mau
menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang tua”.[10]
Namun, tampaknya sebagian orang tidak dapat membedakan antara menyayangi
anak dan memanjakannya. Kadang-kadang, kita melihat orang tua begitu berlebihan
dalam, menyayangi anaknya, sehingga terperosok pada sikap memanjakannya.
Padahal, jika anak hidup dalam suasana kemanjaan, ia akan belajar untuk
mementingkan diri sendiri atau egois. Sebaliknya, jika ia hidup dalam suasana
yang penuh dengan kasih sayang , ia akan merasa aman dan belajar percaya diri.
Oleh karena itu, mendidik anak dengan penuh kasih sayang, menjadi
sangat penting sejak anak masih bayi, bahkan sejak dalam kandungan sekalipun.
Ungkapan rasa sayang dapat dilakukan, misalnya dengan mengusap-usap perut sang
istri ketika ia sedang hamil. Jika berkaitan dengan upaya untuk tidak
memanjakan anak, sebagian orang menerapkan jadwal teratur dalam kegiatan perawatan
bayinya. Misalnya tidak menyusui anaknya diluar jam-jam yang sudah ditentukan.
Dengan masalah bayi ditidurkan di boksnya sendiri dan tidak dikeloni kecuali
waktu menetek yang dilakukan dengan asumsi agar anak tidak manja, sehingga
kelak anak menjadi anak yang mandiri.
Dizaman sekarang ini telah berkembang dengan pesat konsep
attachment parenting, yaitu pola asuhan yang justru mengutamakan keterikatan
fisik dan emosional anak terhadap orang tua. Menurut para psikolog anak, pola
asuh attachment parenting ini sangat berguna untuk mengenal lebih dekat
kepribadian anak dan yang terpenting adalah untuk membantu sang anak merasa
aman. Jika anak merasa aman dan puas dengan kasih sayang orang tua,
kepribadiannya semakin mantab, dan ia siap menghadapi tantangan hidup.[11]Para psikolog merekomendasikan
bahwa konsep attachment parenting merupakan pola asuh yang mengutamakan
keterikatan fisik dan emosional anak terhadap orang tua yang sangat berguna
untuk mengenal lebih dekat kepribadian anak, dan terutama agar sang anak selalu
merasa nyaman.[12]
Oleh karena itu sebaliknya orang tua tidak menghabiskan waktunya
untuk bekerja atau meniti karier, sementara anak-anaknya kehilangan kasih sayang
dan waktu bermain bersamanya. Dalam sebuah pepatah, “ni’amul-ilaihi
katsirotun la tan qadhi, wa ajaluhunna najabatul auladi, “artinya, nikmat
Allah sangat banyak dan tak terhingga, tetapi yang paling agung adalah
anak-anak yang saleh, cerdas, dan pintar.[13]
Orang yang paling berperan sebagai guru pertama bagi anak adalah
orang tua. Yang mana menpunyai kesempatan paling besar untuk mempengaruhi
kecerdasannya pada saat-saat ia sangat peka terhadap pengaruh luar, serta
mengajarkan selaras dengan temponya sendiri. Sehubungan dengan hal ini ada
beberapa hal penting untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memberii pengajaran
pada anak :[14]
-
Perlu
diketahui bahwa anak kecil pada dasarnya memiliki rencana bawaan yang
menentukan apa yang harus dipelajari. Maka dari orang tua hanya mengarahkan
kepada yang benar tanpa memaksaa sesuai kehendak anak
-
Semua
anak melewati tahap yang sama pada umur yang hampir sama. orang tua hanya
mengawasi hal yang dilakukan anak dan membenarkan kegiatan yang salah padanya
tanpa memberi paksaan
-
Semakin
muda anak, dia akan cenderung menggunakan gerakan untuk bertanya. Ini dilandasi
oleh rasa ingin tahunya yang besar melebihi seorang penemu. Dengan demikian
orang tua harus berhati-hati bila memberikan pelajaran-pelajaran informasi
apapun yang diterima akan disimpan begitu saja tanpa mampu dicernanya lebih
dahulu dan akan muncul seiring dengan perkembangan kecerdasannya.
Dalam perkembangan anak didunia pendidikan kasih sayang orang tua
sangat dibutuhkan. Anak yang kurang kasih sayang berpotensi menjadi anak yang
nakal. Bisaanya ia akan mencari kasih sayang diluar rumah. Jika tempat yang
mampu memberikan kasih sayang kepadanya adalah lingkungan yang buruk, ia akan
terpengaruh oleh keburukan tempat tersebut.[15]
Seiring dengan pertumbuhan anak, orang tua harus memperhatikan
aspek-aspek pendidikan ruhani disamping ilmu pendidikan umum, yakni yang berkaitan
dengan pendidikan keimanan, pendidikan akhlak dan nilai ibadah dan muamalah.[16]
Hendaknya para pendidik itu mengikuti sistem Rasulullah SAW dalam
menanamkan rasa cinta, saling tolong menolong, saling mementingkan orang lain,
dan membebaskannya dari sikap dengki dan egoism.[17]Sifat-sifat
pendidik yang baik yakni diantaranya sabar, lemah lembut, penyayang, luwes
dalam bertindak, mengendalikan emosi, sikap moderat, dan menasehati seperlunya.
[1] Kartini,
Kartono. Psikologi Anak (psikologi Perkembangan), (Bandung: Mandar Maju,
1995), 18.
[2] Ibid., 19-20.
[3] Ibid., 21.
[4] Ibid., 21.
[5] Abdul
Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Pada
Anak (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), 56.
[6] Ibid., 57.
[7] Ibid., 49-57
[8] John Gray, Anak-Anak
Berasal Dari Surga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 25.
[9] Ibid., 26.
[10] Mustaqim, Menjadi
Orang Tua Bijak : Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak, 49.
[11] Ibid., 50.
[12] Ibid., 51.
[13] Ibid., 60.
[14] Dwi Sunar
Prasetyo, Biarkan Anakku Bermain (Jogjakarta: DIVA Press, 2008), 32-33.
[15] Mustaqim, Menjadi
Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif Menangani pelbagai Masalah pada Anak, 65.
[16] Ibid., 92.
[17] Abdullah
Nashih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak (bandung: Remaja Rosda
karya, 1996), 160.
Comments
Post a Comment
bismillahi....