makalah HADITS TENTANG NIAT MENCARI ILMU


HADITS TENTANG NIAT MENCARI ILMU

A. Hadits
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْهُنَائِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ خَالِدِ بْنِ دُرَيْكٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ اللَّهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللَّهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ ( روه الترمذي )[1]

Ali bin Nashr bin Ali menceritakan kepada kami(Imam Tirmidzi), Muhammad bin Abbad Al Hana’i memberitahukan kepada kami, Ali bin Al Mubarak memberitahukan kepada kami, dari Ayyub AS Sikhtiyani, dari Khalid bin Duraik dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda, “Barang siapa belajar ilmu karena selain Allah atau menghendaki dengan ilmu itu selain Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

B. Pohon Sanad
رسول الله صلى الله عليه و سلم   
ابن عمر رضى الله عنه
خالدبن دريك
ايوب الشختيا نى
على بن المبارك
محمد بن عباد الهنائى
على بن نصر بن على
التر مذي

C. BIOGRAFI  PEROWI
1.   Ibnu Umar 
Nama lengkap                   :  Abdullah bin Umar bin Hafsi bin ‘Asim bin Umar bin Khattab Al ‘Adawi.
      Nama panggilan                :  Abu Usman  
      Nasab                                :  ‘Adawi Quraisy 
      Tahun wafat                      :  74 H di Marwa al Rud
Guru                                   :  Rasulullah SAW, Kholid bin Kholid bin said bin ‘ash, Salim bin Abdullah bin Umar, Umar bin nafi’, Qosim bin Muhammad bin harist.
      Murid                                : Ayyub as Syikhtiyani, Yahya bin sa’id al anshori, Sulaiman bin bilal, Abdullah bin mubarok, Kholid bin haris, Abdurrohim bin sulaiman, Kholid bin duraikin 
Kwalitas                            :  Imam Nasa’i berkata Tsiqoh,  Ibnu Hiban berkata Tsiqoh[2]

2.   Kholid bin Duraikin
      Nama lengkap                   :  Kholid bin Duraikin
      Nama panggilan                :  Abu Bakar
      Nasab                                :  Al Usqalani
      Guru                                  :  Abdullah bin Umar bin Hafsi
Murid                                :  Sayid bin Abdurrahman, Ayub bin Abi Tamimah Kaisani
      Kwalitas                            : Ibnu Hiban berkata Tsiqah[3]

  1. Ayyub as Syikhtiyani 
      Nama lengkap                   :  Ayub bin Abi Tamimah Khaisani
      Nama panggilan                :  Ibnu Abi Tamiyah  
      Nasab                                :  As Syikhtiyani
      Tahun wafat                      :  131 H
Guru                                  : Khumaid bin Hilal bin Hubairah , Hatim bin Wardani bin Mahran , Hasan bin Abi Ja’far, Kholid bin Duraikin, Muhammad bin Abdullah bin Muhajir.
Murid                                : Isma’il bin Ibrahim bin Ma’sam, Ali bin Mubarok
      Kwalitas                            : Ibnu Hiban berkata Tsiqoh[4]

  1. Ali bin Mubarok 
      Nama lengkap                   :  Ali bin Mubarok Hana’i
      Nasab                                :  Al Hana’i
Guru                                  : Abdul Azis bin Sihab, Ayyub as Syikhtiyani, Yahya bin Abi Katsir, Muhammad bin Wasi’ Hasan bin Muslim.
Murid                                : Ibnu Mubarok, Yahya bin al ‘anir’, Muhammad bin ‘Abbad al Hana’I, Harun bin Isma’il, Utsman bin ‘Amar bin Fariz, Harun bin Ismail, Muslim bin Ibrahim.
      Kwalitas                            : Ibnu Hiban berkata Tsiqah
                                                  Sholih bin Ahmad berkata Tsiqoh[5]

  1. Muhammad bin ‘Abbad al Hana’i
      Nama lengkap                   :  Muhammad bin ‘Abbad al Hana’i
      Nama panggilan                :  Abu al ‘Abbad
      Nasab                                :  Al Hana’i
Guru                                  :  Ali bin Mubarok, Syu’bah, Yunus bin Abi ishaq, mutsana bin Musa bin Salamah al Hadali, Muja’ah bin Zubair
Murid                                : ‘Abdat bin Abdullah as shafar, Zaid bin Ahzam,  Ali bin Nasr.
      Kwalitas                            : Abu Hatim Suduq[6]


  1. Ali bin Nasr bin Ali
      Nama lengkap                   :  Ali bin Nasr bin Ali bin Nasr
      Nama panggilan                :  Abu al Hasan
      Tahun wafat                      :  250 H
Guru                                  :  Sulaiman bin Harbi, Abdullah
bin Yazid,Abi ‘Asyim, Abu Bakar al Hanifah, Muhammad bin ‘Abbad al Hana’I
Murid                                : Muslim, Abu Daud, Imam Tirmidzi, imam Nasa’i
      Kwalitas                            : Sholih bin Muhammad berkata Tsiqoh Suduq
                                                  Tirmidzi berkata Sohih Hadits
                                                   Ibnu Hiban berkata Tsiqoh[7]

D.  KANDUNGAN HADITS
Hadits di atas berbicara tentang pentingnya niat mencari ilmu. Dalam mencari ilmu hendaknya seseorang harus benar-benar menjaga niatnya, karena jika ia salah dalam niatnya, Maka Allah SWT telah menyiapkan tempat duduk bagi dia di neraka. Pada hakekatnya niat ikhlas karna Allah SWT tidak hanya terbatas untuk menuntut ilmu saja, melainkan segala amal baik seoarang muslim hendaknya karena Allah SWT, sebagaiman FirmanNya yang berbunyi:
وَ مَا اُ مِرُوْا اِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّ يْنَ (البية:5)
  Artinya : “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan  memurnikan ketaatan kepadanya dalam  menjalankan agama dengan lurus”

Ketika Hamka menafsirkan ayat ini, mengomentari ; segala amal dan ibadat, atau apapun jua perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah swt belaka, bersih dari pada pengaruh yang lain. Dengan menjauhkan diri dari kesesatan, yaitu condong kepada kebenaran laksana jarum kompas (pedoman) kemana pun dia diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke utara. Demikian hendaknya hidup manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang salah.[8]
            Menuntut ilmu akan menjadi sebuah ibadah dan merupakan bukti ketaan kepada Allah swt apabila di niati  sebagi mana ayat diatas. Bahwasanya ayat diatas menjelaskan, manusia diperintah hanya untuk beribadah kepada Allah swt dan berbuat ikhlas dalam menjalankan agamanya.
            Sebagai sebuah konsekuensi apabila seorang penuntut ilmu terdapat niatan yang salah bukan karena ridlo Allah swt atau hany untuk mencari kesenangan dunia belaka, maka ia tidak akan pernah mendapatkan bau harumnya surga di hari kiamat nanti. Sebagai mana sabda Nabi saw :
عن ابي هريرة قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ تَعَلَمَ عِلْماً مِماَ يُبْتَغىَ بِهِ وَجْهُ الله عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَتَعَلَمُهُ اِلاَ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُنْياَ لَمْ يَجِدْ عَرَفَ الْجَنَةِ يَوْمَ القِياَمَةِ ( رواه ابوداود ) [9]
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah SAW bersabda :“Barang siapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk mendapatkan ridho Allah, lalu dicarinya hanya untuk mendapatkan kesenangan dunia, maka ia tidak mendapatkan bau harumnya surga di hari kiamat”.

Selain itu Rosulullah saw, juga bersabda sebagai berikut :
عن ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْهِ, قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهُ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ لِيُمَارِيَ السُّفْهَاءَ أَوْ يُصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ اَدْخَلَهُ اللهَ النَّارَ  ( روه الترمذى )[10]

Artinya : “ Ibnu ka’ab bin malik dari ayahnya berkata, Aku mendengar Rosulullah saw bersabda : “ Barang siapa mencari ilmu agar diperlakukan sebagai seorang yang pandai atau untuk berbantah dengan orang-orang yang bodoh atau mencari perhatian manusia kepadanya, niscaya kelak Allah memasukkannya ke Neraka.”

Islam adalah agama yang ajarannya banya menyerukan kepada pemeluknya untuk menuntut ilmu, karena agama tidak akan dipahami tanpa ilmu. Dalam konteks ini niatan mencari ilmu sebagaimana bunyi di dalam al- Qur’an dalam surat Al- Bayyinah ayat 5, hanya dipergunakan untuk menegakkan ajaran islam.
Sebagai motivasi para penuntut ilmu adalah mendapatkan ridlo Allah dalam bentuk konkritnya adalah surga, karena seseorang yang pergi untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan ia untuk masuk surga. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw yaitu :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ سَلَكَ طَرِ يْقًا يَلْتَمسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِ يْقًا إِلَى الْجَنَّةِ (رواه الترمذى)[11]
Artinya :Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga.”

Tidak dipungkiri selama perjalanan mencari ilmu, niat seorang pelajar kemungkinan besar bias berubah. Maka langkah untuk mengantisipasinya adalah sebagai berikut :
  1. Selalu melakukan “ tajdidun niat “ ( memperbaruhi niat ) jadi untuk mengantisipasi agar orientasi penuntut ilmu tidak berubah, pada sewaktu memperbaruhi niat, merupakan jawaban yang paling tepat. Bagi seorang yang cerdik, ia akan memperbaruhi niatnya untuk memastikan hati dan perasaan agar terus teguh memadu kehidupan sebagai seorang penuntut ilmu, ia akan meneguhkan hati dan niatnya agar tidak mudah menerima bisika syaitan. Konsep niat yang diterapkan oleh Rasul bukan sekedar satu prinsip yang dipegang untuk mencapai kebahagiaan dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di akhirat kelak.
  2. Sebagai sunatullah, manusia akan selalu mencari popularitas yang tinggi. Dengan begitu potensi riya’ akan besar. Tapi apa bila hanya memperhitungkan riya’ pada titik awal dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau ibadah, maka tidak akan terwujud dalam perbuatan dan ibadah. Dengan demikian pada awalnya terpengaruh riya’ apabila perbuatan it uterus menerus terpaksa dilakukan, riya’ itu akan berangsur-angsur menghilang.
Dahulu mahasiswa islam, belajar adalah semata-mata untuk mendalami itu saja, yang dalam pandangan mereka adalah suatu hal yang paling mengasikkan di atas dunia. Manusia menurut pembawaan instingnya selalu ingin tahu, dikarenakan para filosof islam sangat memperhatikan pelajaran dari berbagai cabang ilmu, sastra dan seni. Untuk dapat memberikan kepuasan kepada para penuntut ilmu yang mempunyai kecenderungan untuk mengetahui dan menggalinya. Hal ini merupakan pendidikan yang ideal, karena penuntut ilmu belajar ilmu untuk ilmu,belajar sastra untuk sastra. Oleh karena itu kelezatan ilmiyah sastra tidak ada bandingannya.   
Dapat kita ambil ‘ibroh dari keterangan di atas kejeniusan dan keintelektualitas yang tinggal sarjana muslim pada zaman dahulu tidak lain disebabkan karena motifati untuk mencari ilmu semata-mata untuk mempelajari ilmu itu sendiri. Mereka tidak pernah mengharapkan imbalan dari hasil belajar mereka kecuali riho Allah swt. Hal ini tergambar jelas bagaimana ibnu sina, ibnu rusdy, ibnu Khaldun, imam ghozali, dan para imam madzhab, beliau-beliau mampu menjadi pionir dalam bidangnya masing-masing disebabkan karena beliau-beliau mempunyai wacana besar terhadap keilmuan. Bagaimana ilmu yang beliau pelajari dapat beliau transfer kegenerasi lain bukan untuk populitas beliau sendiri.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (الأنعام: 162)

Artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’aam : 162)

          Ayat ini menjelaskan tentang iman kepada Allah itu dengan kesatuan tujuan ibadat kepada-Nya pula sebab kita telah percaya bahwa Dia Esa, maka kitya atukan satukan pula ibadat kita kepada-Nya. Nabi muhammad mempelopori ibadah itu, sebab itu beliau disuruh menyatakan dengan tegas bahwa sembahyang beliau hanya karena Allah dan untuk Allah. Pertama sembahyang , karena inilah pokok. Tanda acara kepadanya dan tanda cinta kepadanya. Bila datang panggilan, maka disaat itu juga aku hadir. Allah maha besar, Allah maha besar ! yang lainkecil yang remeh berhala. Kemudian itu ialah ibadatku semuanya. Disini disebut nusuki, yang diartikan pada umumnya untuk sekalian ibadat. Sedangkan pangkal pokok arti dipakai untuk penyembelihan kurban ketika mengerjakan haji untuk Allah. Bahkan bukan itu saja, hidupku inipun dan matikupun untuk Allah, karena Allah. Semuanya itu aku serahakan kepada tuhanku Allah. Tuhan dari sarwa sekalian alam ini, tidak dua, tidak berbilang, hanya satu. Dengan segenap kesadaran hidupku ini, aku kurbankan untuk mencapai ridha-Nya dan dengan segenap kesadaran pula aku bersedia bila saja datang panggilan maut, buat menghadap hadiratnya.[12]    

Dalam dunia kontemporer kita mengenal lembaga pendidikan atau perguruan tinggi yang memiliki jurusan atau fakultas dan spesifikasi ilmu pada salah satu bidang keilmuan. Sehingga memungkinkan para pelajar mencari ilmu karena termotifasi ingin ahli dalam satu kompetensi bidang ilmu tertentu, sehingga dia ahli dibidangnya.
Al- Ghozali menuliskan dalam kitabnya ihya’ ulumiddin bahwa pelajar harus rajin dan bersungguh- sungguh dalam menuntut ilmu. Jangan sampai menuntut ilmu berubah menjadi keserakahan yaitu untuk mengumpulkan kelebihan duniawi. Jika demikian tujuan niatnya, berarti ia adalah seorang yang sedang berusaha untuk meruntuhkan agamanya dan menjerumuskan  dirinya, serta menjual akhiratnya yang abadi dengan kepentingan dunia yang hampa ini. Sebaliknya apabila niat dan tujuannya hanya karena Allah dan hanya dirinya yang tahu, karena hendak mencari hidayah bukan sekedar mencari kesenangan duniawi maka bergembiralah. Sebab saat ia berjalan mencari ilmu, ia akan dipayungi oleh malaikat dengan sayapnya, dan ikan-ikan di airpun akan memohonkan pengampunan terhadapa Allah agar terkabul niat nya.[13]
Menurut K.H. Moch. Jamaludin Ahmad, orang yang menuntut ilmu itu terbagi menjadi 3 golongan, yaitu :
  1. Orang yang mencari ilmu karena hendak mencari bekal ke akhirat. Niatnya hanya untuk mencapai keridhoan Allah dan bekal utuk hari  kiamat.
  2. Orang yang mencari ilmu untuk persiapan kehidupan yang fana ini, disamping niat untuk persiapan kehidupan akhirat lainnya hendak mencapi kekuasaan, kemuliaan, kemegehan, dan harta benda. Sedang ia sadar bahwa niat yang demikian itu sama sekali tidak bernilai dan tidak dihargai.
  3. Orang yang mencari ilmu karena dipengaruhi oleh syaithon, ia mempergunakan ilmunya untuk menambah kekayaan, membanggakan kemegahan dan menyombongkan diri. Ia tidak dapat digolongan kedalam golongan orang yang berilmu, karena ia telah digelapkan oleh tipu daya syaithon. Orang yang seperti ini akan rusak dan mudah diperdaya.[14]

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa, niat dalam segala perbuatan merupakan hal yang sangat penting. Karena jika dalam niat saja seseorang telah keliru maka berat rasanya untuk menjalankan perbuatan tersebut dan hasil yang akan dicapaipun tidak akan maksimal. Apalagi dalam urusan ilmu, jangan sampai seseorang berniat untuk mencari kesenangan dunia semata, karena hal yang demikian akan menghalangi ia untuk mendapatkan ridloNya serta menghalangi langkahnya untuk menuju surga.



































DAFTAR PUSTAKA


Ahmad ,Mochammad Jamaludin. Pendidikan .Jombang : Pustaka Al- Muhibbin. 2010.
Al- Apresi, M. Athiah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami, A. Ghani, dan Djohar Bahri. Jakarta: Bulan Bintang. 1984 .
At- Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa. Sunan Tirmidzi. Beirut: Dar al Fikri. 1994 M/1414 H.
Hamka. Tafsir al- Azhar. Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas. 1983
Ibnu Hajar al Asqolani, Syihabuddin Ahmad bin Ali. Tahdzibu al Tahdzib. Beirut : Dar al Fikri.1994 M / 1414 H
Imam al Ghozali. Ihya’ Ulumiddin. Semarang : CV. Asy Syifa’. 1990.
Sulaiman bin Abu Daud, Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al Fikri. 1994 M / 1414 H.  
   



























HADITS- HADITS YANG BERSANGKUTAN :

حَدَّثَنَا أَبُو الْأَشْعَثِ أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ الْعِجْلِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَإِسْحَقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ لَيْسَ بِذَاكَ الْقَوِيِّ عِنْدَهُمْ تُكُلِّمَ فِيهِ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ

 حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْهُنَائِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ خَالِدِ بْنِ دُرَيْكٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ


 حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ أَبِي طُوَالَةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْمَرٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا






























[1]  Diriwaytkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya, kitab ilmu, باب ماجاءفى من يطلب بعلمه الدنيا (Beirut: Dar al Fikri, 1994 M/1414 H) Jilid 4, hal 298.

[2] Syihabbudin Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqolani – Tahdzibu al-  Tahdzib.( Beirut, Dar al- Fikri 195 M/ 1415 H). Jilid 5, hal. 3999
[3] Ibid. Jilid 2 hal 506
[4] Syihabbudin Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqolani – Tahdhibu al-  Tahdzib.. jilid 1, hal. 431

[5] Ibid. Jilid 5 hal 734
[6] Ibid. Jilid 7 hal 231
[7] Ibid. Jilid 5 hal 748
[8] Prof. Dr. Hamka. Tafsir al- Azhar (Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas. 1983) Juz XXX 
[9]  Diriwayatkan oleh Abi Daud dalam Sunannya. Kitab ilmu ( Beirut: Dar al Fikri.1994 M / 1414 H ) jilid 3, hadits no. 3664, hal. 320
[10] Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya, jilid 4. Hadits no 2663. hal. 298.
[11]  Ibid, Jilid 4 Hadits no. 2655, hal : 294
[12] Ibid, jld. 8, hal. 157
[13] Imam al- Ghozali. Ihya’ ‘ulumiddin  ( Semarang: CV. Asy- Syifa’.1990 ) jilid 1, hal. 13.
[14]  KH. Moch. Jamaludin Ahmad. Pendidikan ( Jombang : Pustaka Al- Muhibbin. 2010) hal : 47

Comments

Popular posts from this blog

Kurikulum Sebagai Sistem Dan Komponen-Komponen Sistem Kurikulum

Sejarah ilmu mantiq