Aliran Filsafat Perenial-Esensialis Mazhabi dan implikasinya terhadap pendidik


A.Pengertian Aliran Filsafat Perenial-Esensialis Mazhabi
Aliran filsafat perenial-esensialis mazhabi adalah aliran filsafat pendidikan Islam yang tradisional dan berkecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin-doktrin serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang dianggap sudah relatif mapan.[1] Pendidikan Isalam berfungsi untuk melestarikan dan mempertahankannya serta mengembangkannya melalui upaya-upaya pemberian syarh dan hasyiyah, serta kurang ada keberanian untuk mengubah substansi materi pemikir pendahulunya. Dengan kata lain, menurut aliran ini pendidikan Islam lebih berfungsi sebagai upaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan zaman dan era kontemporer yang dihadapinya.[2]
Dalam pandangan pemikiran model tradisional mazhabi, ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al Qur’an dan Sunnah difahami melalui bantuan khazanah klasik, tetapi sering kali kurang begitu memperhatikan situasi historis dan sosiologis masyarakat setempat, dimana ia turut hidup di dalamnya. Hasil pemikiran ulama terdahulu dianggap sudah pasti dan absolute tanpa mempertimbangkan dimensi historisnya. Kitab kuning menjadi rujukan pokok, dan sulit untuk keluar dari mazhab atau pemikiran keislaman yang terbentuk beberapa abad lalu. Masyarakat muslim yang diidealkan adalah masyarakat muslim era klasik, dimana semua persoalan keagamaan dianggap telah terkupas habis oleh para ulama atau cendikiawan terdahulu.
Model pemikiran aliran ini lebih menonjolkan wataknya yang tradisional dan mazhabi. Watak tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai, norma dan adat kebiasaan serta pola pikir yang ada secara turun menurun  dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis masyarakat yang sudah mengalami perubahan dan perkembangan sebagai akinat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan watak mazhabi perenial-esensial mazhabi bersikap regresif dan konservatif dalam mempertahankan nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya mengikuti aliran, pemahaman dan pemikiran terdahulu yang dianggap mapan, serta berwawasan kependidikan Islam yang tradisional dan berorientasi pada masa silam.
Dengan demikian pendidikan diorientasikan pada:[3]
1.    Membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran agama sebagai hasil interpretasi ulama pada pasca salaf atau masa klasik dan pertengahan.
2.    Menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya yang dianggap mapan secara turun temurun karena penting diketahui oleh semua orang.
B. Tipologi dan Ciri-ciri Pemikiran Perenial-Esensialis Mazhabi
Konstruksi tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi dapat dirumuskan sebagai berikut:
 1). Secara epistemologik, kualitas akal-budi manusia hanya akan memiliki nlia guna bilamana ia mampu menghargai tradisi dan warisan nilai-nilai budaya Islam dari para pendahulunya, yang telah mampu menyelesaikan berbagai persoalan sebagaimana terwujud dalam sejarah peradaban Islam.
2). Secara ontologik, bahwa segala yang ada ini adalah bersifat tetap dan tidak akan mengalami perubahan.
3). Secara aksiologik, pencarian dan penemuan nilai-nilai kebenaran universal dan lokal atau instrumental merupakan monopoli generasi pendahulunya, yaitu para ulama dan pemikir Islam terdahulu, yang perlu dipelihara dan dilestarikan oleh generasi penerusnya dala kondisi dan situasi apapun.[4]
       Adapun untuk ciri-ciri pemikiran aliran perenial-esensialis mazhabi diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Menekankan pada pemberian syarh dan hasyiyah terhadap pemikiran pendahulunya.
b.      Kurang ada keberanian untuk mengkritisi atau mengubah substansi materi pemikir para pendahulunya.[5]
Dan parameter yang digunakan oleh aliran perenial-esensialis mazhabi adalah:
a.    Bersumber dari Al Qur’an dan Hadis
b.    Regresif ke masa pasca salaf/ klasik
c.    Konservatif, mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai dan pemikiran terdahulunya secara turun temurun
d.   Mengikuti aliran, pemahaman dan pemikiran-pemikiran terdahulu yang dianggap mapan
e.    Wawasan kependidikan Islam yang tradisional dan berorientasi pada masa silam.
C.  Implikasi Aliran Perenial-Esensial Mazhabi terhadap Pendidik
       Pendidik , disebut juga dengan guru, merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia yang diharapkan kehadiran dan perannya dalam pendidikan, sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan.[6] Ketika semua orang mempersoalkan masalah pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal ini tidak dapat disangkal karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar waktu guru ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat.
       Dengan demikian kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Orang yang melakukan ini bisa siapa saja dan dimana saja. Di rumah, orang yang melakukan tugas tersebut adalah orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang diserahi tanggung jawab pendidikan anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya.[7]
       Dengan mencermati pengertian, parameter, dan ciri-ciri dari konsep aliran filsafat perenial-esensialis mazhabi di atas, seorang pendidik atau guru yang memegang konsep aliran filsafat  yang lain. Diantara implikasi aliran filsafat perenial-esensialis mazhabi terhadap pendidik atau guru dapat diuraikan seperti di bawah ini:
*   Pendidik adalah orang yang menyampaikan kebenaran-kebenaran mutlak, karena pada perenial-esensialis mazhabi  dasaranya dikembalikan pada Al Qur’an dan Hadis.
*   Pendidik adalah orang yang mengarahkan pada kebenaran yang dibawa oleh pendahulunya, hal ini disebabkan karena sosok guru pada perenial-esensialis mazhabi  merupakan sosok yang konservatif yang membatasi pemikiran-pemikiran yang progresif, sehingga mereka berhati-hati dalam memaknai teks-teks pendahulunya
*   Pendidik adalah orang yang menanamkan doktrin-doktrin keagamaan, karena kebenarannya bersifat mutlak dan tidak ada kesempatan untuk berijtihad
*    Pendidik adalah figur teladan yang tidak pernah salah dan keliru,[8] sosok guru dalam perenial-esensialis mazhabi  yang seperti ini merupakan manesfitasi dari paradigma pemikiran para pendahulunya yang kebenarannya telah disepakati oleh banyak pihak. 





DAFTAR PUSTAKA
Arifin,M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,1987.
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung  : Pustaka Setia, 2009.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
Nata, Abudin,  Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.


[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009),  90.
[2]  Ibid, 104.
[3] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, cet. 1, 1987), 52.
[4]  Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), 136.
[5] Ibid, i65.
[6] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2009), 57.
[7] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), 62.
[8] Muhaimin,  Pengembangan Kurikulum pendidikan Agama di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2005), 45.

Comments

Popular posts from this blog

Kurikulum Sebagai Sistem Dan Komponen-Komponen Sistem Kurikulum

Sejarah ilmu mantiq

PENDIDIKAN PONDOK PESARNTREN HUDATUL MUNA 1 JENES