Sejarah ilmu mantiq
Ilmu mantik pertama kali muncul dari ciptaan
ahli-ahli filsafat Yunani kuno sejak abad ke-5 sebelum masehi. Boleh dikatakan
yang pertama kali menggerakkan ilmu mantiq ialah golongan sufisme yang pembelajarannya mementingkan perdebatan.
Adapun yang menjadi pelopor pertama kali
adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi lagi oleh
Aristoteles, yang menyusun ilmu ini dengan pembahasan-pembahasan yang teratur
dan dan terperinci pembahasannya serta menjadikan ilmu ini sebagai dasar dari
ilmu filsafat. Dengan demikian maka Aristoteles diberi gelar Guru Pertama dari
ilmu pengetahuan. [1]
Dalam perkembangan selanjutnya, mantik Aristo
ditransfer ke dunia Islam melalui kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab
pada zaman Daulah Abbasyiah (156-656 H/750-1258M). Upaya penerjemahan itu
antara lain dilakukan oleh Abdullah bin Mughofa, Abu Ja’far al-Mansur dan
Muhammad bin Abdullah Mughafa.
Setelah itu, disusul oleh penulis lain Ya’qub
bin Ishak al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd dengan cara
memberi ulasan (syarah) dan memilah-milah disesuaikan dengan tradisi ilmiah
Islam pada zamannya.
Pada era modern muncul pemikiran Jamaluddin
al-Afghani, Muhammad Abduh dan pemikir lainnya yang mengembangkan ilmu mantik
melalui karya-karyanya tulisnya.
Setelah ditransfer ke dunia Islam, mantik yunani terdiri
dari tiga corak, yaitu sebagai berikut:
a.
Mantik hasil karya kelompok Peripateticieus (masya’iyun)
atau mantik aliran peripatitesme (masya’iyah) , yaitu pengembangan
metode Aristo.
b.
Mantik hasil karya kelompok Stoicieus (Rawaqiyun)
atau mantik aliran Stoicisme (Rawaqiyah) yang dikembangkan oleh ahli
ilmu kalam dan ahli ushul fikih.
c.
Mantik hasil karya ahli tasawuf yang disebut
mantik Isyraqi (mantiq Isyraqi).
Dalam kategori lain, corak ilmu mantik dapat pula menjadi
tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1)
Mantik murni Yunani.
2)
Mantik Yunani yang bercampur dengan pemikiran
Islam.
3)
Mantik Islami.
Mantik Aristo dapat diterima dan berkembang di dunia
pemikiran Islam disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
a)
Islam mengajarkan prinsip persamaan derajat
antara pemeluk Islam bangsa Arab dan non-Arab; berbeda dengan agama non-Islam
yang kerap kali memandang rendah masyarakat jajahannya.
b)
Adanya Prinsip kebebasan berfikir bagi setiap
individu muslim.
c)
Adanya sikap terbuka untuk mempelajari ilmu
pengetahuan peninggalan karya pemikir Yunani sebagai bagian dari objek kajian
ilmiah.[2]
Comments
Post a Comment
bismillahi....