pemikiran filsafat al farabi
Al
Farabi adalah seorang filsuf yang berhaluan alirannya Aristoteles dan Neoplatonisme
dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syi’ah Imamiah. Misalnya
dalam soal mantiq dan filsafat fisika, ia mengikuti Aristoteles, dalam soal
etika dan politik dia mengikuti Platinus. Selain itu Al Farabi juga merupakan
filsuf sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan)
filsafat.
Usaha
pemaduan atau sinkretisme sebenarnya telah dimulai sebelum munculnya Al Farabi
dan telah mendapat pengaruh luas dalam lapangan filsafat. Namun, usaha Al
Farabi lebih luas lagi, karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran
filsafat yang bermacam-macam, tetapi ia juga berkeyakinan bahwa aliran-aliran
tersebut pada hakikatnya satu, meskipun berbeda-beda corak dan macamnya.
Pendiriannya ini tampak jelas pada karangan-karangannya, terutama dalam bukunya
yang berjudul Al jam’u baina Ra’yai Al-Hakimain (penggabungan pikiran
kedua filosof, Plato dan Aristoteles)
Diantara
pemikiran Al Farabi tentang pemaduan ini ialah falsasaf emanasi atau pancaran.
Filsafat ini berupaya untuk menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari
yang satu. Tuhan sebagai akal, berfikir tentang-Nya lalu dari pemikiran ini
timbul satu maujud yang lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan
pemikiran itu muncullah wujud kedua yang juga mempunyai substansi yang disebut
akal pertama yang tidak bersifat materi. Wujud kedua ini berfikir tentang wujud
pertama dan dari pemikiran ini timbul wujud ketiga yang disebut akal kedua.
Wujud kedua atau akal pertama itu juga berfikir tentang dirinya dan dari situ
timbullah langit pertama.
Jiwa
manusia sebagaimana halnya dengan materi asal memancar dari akal kesepuluh.
Terkait ini Aristoteles juga berpendapat bahwa jiwa mempunyai daya.
Gerak Mengetahui Berfikir
- makan -
merasa -
akal praktis
- memelihara -
imaginasi -
akal teoritis
- berkembang
Salah satu daya dalam
jiwa ialah daya fikir yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
-
Akal potensial
(materi intelect ) yaitu akal yang baru mempunyai potensi berfikir dalam arti
melepaskan arti-arti atau bentuk bentuk dari materinya.
-
Akal aktual (actual
intelect) ialah akal yang telah dapat melepaskan arti-arti dari materinya, dan
arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam akal dengan sebenarnya, bukan lagi
dalam bentuk potensi tetapi dalam bentuk aktuil.
-
Akal mustafad
(acquired intelect) adalah akal yang telah dapat menangkap bentuk semata-mata.
Kalau akal aktuil hanya dapat menangkap arti-arti terlepas dari materi, akal
mustafad sanggup menangkap bentuk semata-mata.
Akal
potensial menangkap bentuk-bentuk dari barang-barang yang dapat ditangkap
dengan panca indera. Akal aktuil menangkap arti-arti dan konsep-konsep. Akal
mustafad memnpunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan menangkap
inspirasi dari akal yang diatas dan diluar diri manusia yaitu akal kesepuluh
yang diberi akal aktif yang didalamnya terdapat bentuk-bentuk segala yang ada
semenjak zaman azali. Hubungan akal manusia dengan akal aktif sama dengan
hubungan mata dengan matahari. Mata melihat karena ia menerima cahaya dari
matahari. Akal manusia dapat menangkap arti-arti dan bentuk-bentuk karena
mendapat cahaya dan akal aktif.
Sumber
pustaka : Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta :
Bulan Bintang, 1973 M)
Comments
Post a Comment
bismillahi....